Pedagang Pasar Keluhkan MinyaKita Langka Usai HET Naik Jadi Rp 17.000/Liter
Pedagang pasar tradisional mengaku pasokan minyak goreng bersubsidi, MinyaKita, sulit didapat setelah pemerintah mengerek Harga Eceran Tertinggi (HET) pada pertengahan Juli 2024.
Berdasarkan pantauan kumparan di Pasar Jaya Cijantung Jakarta Timur, Rabu (4/9), beberapa pedagang mengaku kesulitan mengakses pasokan MinyaKita setelah pemerintah menaikkan HET.
Selain itu, salah satu pedagang juga mengaku harga MinyaKita dari distributor tempatnya berbelanja telah naik. Meski demikian, dia bilang, masih ada konsumen yang tetap membeli MinyaKita.
“Hampir dua bulan ini susah ya, tapi karena ada yang cari, kita tetap jual,” kata pedagang tersebut saat ditemui di lapak dagangannya, Rabu (4/9).
Jika dibandingkan, harga MinyaKita yang dijajakan di pasar tradisional tidak jauh berbeda dengan minyak konvensional. MinyaKita dibanderol Rp 17.000 untuk kemasan 1 liter dan Rp 33.000 untuk kemasan 2 liter, sementara harga minyak goreng konvensional Rp 35.000 untuk kemasan 2 liter.
Menurut pedagang tersebut, banyak konsumen yang lebih memilih membeli MinyaKita dalam kemasan 2 liter. “Banyak cari yang 2 liter,” tambah pedagang tersebut.
Kenaikan HET MinyaKita diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 18 tahun 2024 tentang Minyak Goreng Sawit Kemasan dan Tata Kelola Minyak Goreng Rakyat. Dalam aturan tersebut, HET MinyaKita naik dari semula Rp 14.000 per liter menjadi Rp 15.700 per liter.
Selain itu, pedagang lain di pasar yang sama justru mengaku tidak lagi menjajakan MinyaKita usai pemerintah menaikkan HET. Dia bilang, selain harganya naik, pasokan MinyaKita juga sulit dicari.
“Harganya kan sudah naik, dari sananya sudah Rp 15.000 (per liter), kita bingung jualnya berapa, terus dari sananya (pasokan) juga susah,” kata pedagang tersebut.
Menanggapi hal ini, Sekertaris Jenderal Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKAPPI) Reynaldi Sarijowan mengatakan saat ini pedagang memang kesulitan mendapatkan pasokan MinyaKita.
“Persis nya kami mengecek di beberapa pasar memang MinyaKita ini agak kesulitan untuk diakses oleh para pedagang, karena pasokannya yang memang sedikit,” kata Reynaldi kepada kumparan, Rabu (4/9).
Namun Reynaldi menampik, pedagang bukan enggan menjual MinyaKita. Hanya saja pasokan yang sulit dengan harga yang tinggi membuat pedagang kesusahan.
Reynaldi mengkhawatirkan kenaikan HET MinyaKita yang diiringi dengan sulitnya pasokan akan membuat harga MinyaKita semakin melonjak. Dia menyinggung hukum ekonomi tentang suplai dan demand.
“Sulit untuk diakses MinyaKita ini, yang kami khawatirkan akan terjadi kelangkaan dan harganya akan melonjak, hukum sederhana ekonomi. Kami berupaya satu sampai dua bulan terakhir ini mengakses Minyakita di beberapa D1 (distributor besar) atau D2 (distributor menengah), namun harganya memang sudah tinggi sekali,” jelas Reynaldi.
Reynaldi juga menuturkan pihaknya keberatan dengan kenaikan HET MinyaKita. Dia bilang pemerintah meneken kebijakan tanpa melibatkan pedagang pasar sebagai pihak hilir penjualan MinyaKita.
“Kalaupun ada (pasokan) Minyakita harganya itu sudah mahal, nah ini yang menurut kami menjadi polemik, pemerintah yang menaikkan HET MinyaKita secara sepihak tanpa melibatkan kami di hilir yaitu pedagang,” tutup Reynaldi.