Pasar EV Makin Ketat, Hyundai Minta Persaingan Sehat dan Transparan
TANGERANG, KOMPAS.com – Keputusan pemerintah untuk membuka kesempatan para produsen otomotif dunia mencicipi pasar dua tahun belakangan, membuat persaingan mobil listrik atau electric vehicle (EV) nasional semakin ketat.
Pada kurun waktu tersebut, sedikitnya terdapat delapan merek mobil yang datang menyapa masyarakat Indonesia. Mulai dari Chery, Neta, Great Wall Motors (GWM), BYD, GAC Aion, BAIC, serta Jetour dan merek asal Vietnam, VinFast.
Mereka bersama-sama masuk ke pasar memanfaatkan kebijakan pembebasan impor utuh alias Completely Built Up (CBU) yang tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 9 Tahun 2024.
Baca juga: GIIAS 2024, Muara Tiga Poros Otomotif Asia Timur
Penetrasi tersebut lantas membuat pemain EV lama cukup gusar. Salah satunya jenama otomotif Korea Selatan, yakni Hyundai.
Bagaimana tidak, perusahaan otomotif baru tersebut langsung mendapatkan insentif berupa pembebasan tarif bea masuk dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) tanpa berinvestasi langsung.
Mereka diberikan waktu hingga akhir 2025 untuk kemudian mendirikan pabrik perakitan mandiri dan memproduksi mobil-mobil yang sudah dijual di pasar.
Sementara, waktu Hyundai masuk ke pasar, untuk mendapatkan insentif berupa pembebasan tarif PPnBM perusahaan harus menggelontorkan investasi besar, minimal Rp 5 triliun, karena wajib memenuhi TKDN minimum 40 persen.
Pada akhirnya, Hyundai berinvestasi pada elektrifikasi di Indonesia mencapai Rp 142 triliun. Dana ini mencakup pada aktivitas pertambangan, pengolahan bahan, pembuatan sel baterai dan baterai pack, sampai perakitan mobil.
Baca juga: Hyundai Pastikan Kehadiran Mobil Listrik Murah di RI
“Persaingan pasar otomotif di Indonesia khususnya pada tahun ini sangat ketat. Persaingannya makin keras,” kata President Director PT Hyundai Motors Indonesia, Woojune Cha ditemui Kompas.com di ICE BSD, Tangerang, belum lama ini.
“Saya pikir tren tersebut akan berlanjut. Pasar yang semakin berat dan multi-OEM, baik pada segmen kendaraan konvensional maupun EV,” lanjutnya.
Ia lantas menyoroti persaingan harga EV di pasar lokal yang begitu sengit. Khususnya, setelah banyak perusahaan otomotif China yang mendapatkan insentif bebas tarif impor dan PPnBM.
“Kita membuat harga Kona Electric Rp 500 jutaan sebagai salah satu strategi untuk membalas competitor pricing,” ucapnya.
“Sampai akhir 2023 lalu Ioniq 5 menjadi pemimpin pasar segmen EV kelas atas. Melalui Kona Electric, kita mencoba masuk ke pasar EV menengah di Indonesia,” tambah dia.
Baca juga: Cara China Bisa Jual Mobil Listrik Murah di Dunia
Meski begitu, ia enggan untuk berbicara lebih jauh terkait kebijakan pemerintah soal EV yang cenderung berubah-ubah.
Woojune Cha hanya berharap persaingan EV di Indonesia berkeadilan, sehat, dan transparan.
“Pemerintah saya pikir telah mempertimbangkan dengan matang dan bijak untuk kebijakan EV. Mungkin, pemerintah memiliki maksudnya sendiri dalam meningkatkan pasar EV,” katanya.
“Pasar memang semakin ketat, ini terjadi di seluruh dunia seperti Eropa, Amerika, sampai Korea karena segmennya masih terus berkembang,” ucap Woojune Cha.
“Saya harap pasar EV Indonesia harus maju terus. Tetapi saya pikir harus sehat, fair, dan transparan. Itulah harapan saya,” tutup dia.