Informasi Terpercaya Masa Kini

Anggota Komisi XI Rekomendasikan 4 Kebijakan Program Makan Bergizi Gratis

0 5

KOMPAS.com – Program Makan Bergizi Gratis (MBG) resmi bergulir pertama kali pada Senin (6/1/2025). Namun, sejumlah permasalahan terus mencuat, mulai dari makanan basi hingga distribusi terlambat.

Menanggapi permasalahan program MBG yang tengah berkembang, anggota Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Kaisar Kiasa Kasih Said Putra merekomendasikan empat kebijakan kepada pemerintah.

Pertama, standardisasi nasional menu dan pengawasan kualitas makanan program MBG.

Kaisar mengatakan, tidak adanya standar nasional untuk menu dan rasa makanan bisa menjadi masalah yang sempat menimbulkan masalah di beberapa daerah.

Beberapa masalah itu, seperti penolakan menu oleh siswa, sayuran yang tidak segar, hingga dugaan makanan basi dan kasus keracunan.

Baca juga: 40 Siswa Keracunan Usai Santap MBG, Ketum PBNU: Dibanding yang Dicapai BGN, Itu Kecil Sekali

Terkait hal itu, dia merekomendasikan pemerintah untuk menetapkan standar menu nasional yang mengedepankan gizi, rasa, dan keamanan makanan dengan pelibatan ahli gizi dan komunitas sekolah. 

“Standardisasi ini bertujuan untuk mengurangi risiko penolakan menu dan meningkatkan penerimaan program oleh siswa,” ujarnya dalam siaran pers, Senin (20/1/2025).

Kedua, meningkatkan keterlibatan usaha mikro kecil menengah (UMKM), petani, dan peternak lokal.

Dia menilai, peran UMKM sebagai rantai pasok belum optimal dan pemerintah kurang memberikan dukungan bagi petani dan peternak lokal.

“Selain itu, ketergantungan terhadap impor pangan masih tinggi, seperti kebutuhan beras dan susu,” katanya.

Tak hanya itu, kehadiran program MBG turut memicu penurunan pemasukan bagi pedagang kantin sekolah.

Baca juga: Program MBG, Prabowo: Yang Sudah Tidak Perlu, Berikan Jatahnya kepada yang Perlu…

Ada pula masalah berulang terkait persaingan harga yang tidak seimbang bagi petani dan peternak. Dengan adanya program MBG, masalah ini belum jelas keterlibatannya bagi UMKM.

Kasiar mengatakan, pemerintah dapat mengalokasikan kuota 80 persen pasokan program MBG kepada UMKM yang menggunakan hasil pertanian dan peternakan lokal.

Kemudian, pemerintah juga bisa memberikan insentif pajak dan subsidi bagi UMKM serta petani yang memasok kebutuhan MBG.

“Ini bertujuan untuk mengurangi ketergantungan impor, memberdayakan ekonomi lokal, serta meningkatkan kesejahteraan petani dan peternak,” katanya.

Ketiga, peningkatan sistem distribusi dan pengawasan dalam pelaksanaan program MBG.

Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) itu mengatakan, program MBG memiliki masalah pada distribusi yang tidak tepat waktu dan tidak merata.

Baca juga: Pemda Diminta Ikut Danai untuk MBG Rp 5 Triliun, Bima Arya: Tergantung Kapasitas Fiskal

Selain itu, kurangnya pengawasan dan transparansi pelaksanaan program dinilai turut menjadi penyebab munculnya masalah program MBG.

Dalam memperhatikan masalah itu, kata dia, pemerintah dapat menerapkan sistem distribusi berbasis teknologi dengan pelacakan real time tracking untuk meminimalkan distribusi terlambat.

Selain itu, pemerintah bisa membentuk badan pengawas independen yang melibatkan lembaga swadaya masyarakat (LSM), akademisi, dan masyarakat sipil untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas.

Keempat, mengoptimalkan strategi ketahanan pangan. Kaisar menjelaskan, produksi beras nasional masih defisit sekitar 2,21 juta ton, sedangkan kebutuhan untuk MBG memperbesar beban pasokan beras.

“Kemudian, ketergantungan pada impor susu kita masih mencapai 80 persen. Ini juga menjadi ancaman keberlangsungan peternak lokal,” sebutnya.

Baca juga: Badan Gizi Nasional Targetkan 5 Juta Santri Terima Makan Bergizi Gratis

Terlebih, kata dia, pemerintah berencana melakukan impor besar-besaran dalam hal pengadaan sapi dan susu sapi.

Kaisar menyebutkan, diversifikasi pangan lokal dapat dimanfaatkan untuk mengurangi ketergantungan pada beras dan susu impor. 

Menurutnya, diversifikasi pangan atau penganekaragaman pangan itu bisa dilakukan lewat penggunaan singkong, jagung, atau kedelai lokal. 

Dia menilai, pemerintah juga dapat berinvestasi pada teknologi pertanian dan peternakan untuk meningkatkan produktivitas domestik.

“Ini bertujuan untuk mengurangi tekanan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan memperkuat kemandirian pangan nasional,” ujarnya.

Baca juga: Ahli Gizi Beri 6 PR untuk Program Makan Bergizi Gratis

Leave a comment