Informasi Terpercaya Masa Kini

Soal Pilihan Menteri dan Wamen Pertanian Era Jokowi, Akademisi: Asal-Asalan

0 19

Bisnis.com, JAKARTA — Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas Santosa menilai, pemerintah telah melakukan kesalahan fatal lantaran menganggap sektor pertanian sebagai sektor yang tidak penting dan tidak strategis.

Hal tersebut tercermin dari posisi Menteri maupun Wakil Menteri Pertanian saat ini yang tidak memiliki latar belakang pertanian.

“Ini selalu kesalahan fatal pemerintah, menganggap sektor pertanian sama sekali tidak penting dan tidak strategis. Sehingga dipilih orang asal-asalan berdasarkan kontrak politik, bagi-bagi kekuasaan, hanya seperti itu saja,” kata Dwi kepada Bisnis, Kamis (18/7/2024).

Baca Juga : Pengamat Sebut Pelantikan Sudaryano sebagai Wakil Menteri Pertanian Sudah Tepat

Menurutnya, jika suatu bidang dianggap sangat penting dan strategis, pemerintah akan menempatkan orang yang tepat untuk mengisi posisi tersebut. 

Misalnya, posisi Menteri Keuangan. Dia mengatakan, selama ini, sosok yang menempati posisi tersebut memiliki latar belakang yang berkaitan dengan keuangan, mengingat masalah keuangan merupakan masalah yang krusial dan penting.

Baca Juga : : Jateng Berharap Sektor Pertanian Kecipratan Program Makan Siang Prabowo

“Nah, kalau suatu departemen, kementerian, dipimpin oleh orang yang asal-asalan, maka departemen atau kementerian tersebut dianggap sama sekali tidak penting,” ujarnya.

Adapun pernyataan ini sekaligus merespons pelantikan Sudaryono sebagai Wakil Menteri Pertanian pada Kamis (18/7/2024) di Istana Negara, Jakarta. Sudaryono menggantikan Harvick Hasnul Qolbi yang menjabat sejak Desember 2020.

Baca Juga : : Strategi Pertanian Padi-Jagung Hadapi Perubahan Iklim

Padahal, Sudaryono merupakan Ketua DPD Partai Gerindra Jawa Tengah dan asisten pribadi presiden terpilih Prabowo Subianto. 

Di kalangan pertanian, Dwi menyebut bahwa nama Sudaryono tidak pernah terdengar dalam 20 tahun terakhir. Pendidikan yang ditempuhnya juga sangat jauh dari pertanian. Demikian pula dengan pekerjaannya.

MENTAN JOKOWI

Dia juga menyinggung kinerja Menteri Pertanian di kabinet pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang dinilai hanya sebatas jargon dan wacana. 

Dwi menuturkan, dalam 10 tahun terakhir, produksi padi nasional turun 1% setiap tahunnya. Padahal, total anggaran selama kurun waktu tersebut bahkan mencapai Rp954 triliun.

Sayangnya, pengeluaran jumbo tersebut tak selaras dengan kenyataan di lapangan. Lalu impor pangan Indonesia melonjak hampir dua kali lipat dari US$10,1 miliar menjadi US$18,8 miliar.

Selain itu, dalam 10 tahun terakhir, nilai tukar petani (NTP) rata-rata berada di level 101. Kemudian, dari 10 tahun tersebut, Dwi mengungkapkan bahwa 5 tahun NTP tanaman pangan di bawah 100, mengartikan bahwa petani mengalami kerugian.

Kondisi ini kata Dwi, terjadi lantaran posisi Menteri Pertanian bukan diisi oleh sosok yang memiliki latar belakang pertanian. 

“Itu yang terjadi, itu kenyataan yang terjadi. Karena apa? Dipilih orang asal-asalan. Berdasarkan mungkin kontribusinya besar di Pemilu atau apapun sehingga tidak menghasilkan apapun justru terjadi pemburukan pertanian kita,” tegasnya. 

Hal ini berbeda jika Kementerian Pertanian dipimpin oleh orang yang tepat. Misalnya, kata dia, saat Sudarsono Hadisaputro menjabat sebagai Menteri Pertanian. D ibawah kepemimpinannya, kata Dwi, Indonesia mencapai swasembada pangan.

Keberhasilan ini, lanjutnya, lantaran Sudarsono memiliki konsep yang kuat, memiliki latar belakang yang memadai dan mumpuni untuk melakukan hal tersebut.

Dia mengharapkan, pemerintahan mendatang dapat menempatkan pertanian dan pangan sebagai isu penting, tidak hanya sekedar jargon atau wacana. Selain itu, dia meminta agar pertanian dan pangan tidak ada campur tangan politik.

“Pilih Menteri Pertanian sebagaimana memilih Menteri Keuangan. Karena keuangan juga teramat penting, masalah pangan juga teramat penting di republik ini,” pungkasnya.

Leave a comment