200 Hari sejak Negeri Yahudi dan Militan Hamas Berperang,Apa Saja yang Terjadi?

- Hari Rabu (24/4/2024) menandai 200 hari sejak diluncurkannya Operasi Banjir Al-Aqsa oleh kelompok militan Hamas yang menguasai Gaza, Palestina dan gempuran Israel tanpa henti ke wilayah kantong yang terkepung itu. Masih ada pertanyaan besar mengenai apa yang telah dicapai Tel Aviv. Berdasarkan pengakuan berbagai kalangan petinggi Israel serta analis media, bisa dibilang bahwa tentara negeri Yahudi tersebut telah terjebak di...

200 Hari sejak Negeri Yahudi dan Militan Hamas Berperang,Apa Saja yang Terjadi?

TRIBUNNEWS.COM - Hari Rabu (24/4/2024) menandai 200 hari sejak diluncurkannya Operasi Banjir Al-Aqsa oleh kelompok militan Hamas yang menguasai Gaza, Palestina dan gempuran Israel tanpa henti ke wilayah kantong yang terkepung itu.

Masih ada pertanyaan besar mengenai apa yang telah dicapai Tel Aviv.

Berdasarkan pengakuan berbagai kalangan petinggi Israel serta analis media, bisa dibilang bahwa tentara negeri Yahudi tersebut telah terjebak di Gaza.

Menurut para ahli, selain menyebabkan kematian, kehancuran, dan aksi brutal di Jalur Gaza, rezim pendudukan Israel gagal mencapai tujuan mereka, baik yang dinyatakan secara resmi dan tidak resmi, Tehran Times melaporkan.

Tujuan yang dinyatakan secara resmi di antaranya adalah melenyapkan Hamas, memusnahkan kemampuan militernya, mengembalikan tawanan Israel, dan mencegah bagian mana pun dari Gaza menjadi risiko keamanan bagi rezim pendudukan di masa depan.

Sedangkan tujuan tidak resmi yang telah dinyatakan oleh para menteri kabinet Perdana Menteri Benjamin Netanyahu adalah memindahkan penduduk Gaza ke Mesir, menduduki kembali Gaza, dan membangun kembali permukiman di Gaza.

Baik tujuan yang dinyatakan secara resmi maupun tidak resmi telah mengalami kegagalan besar, bahkn menurut pengakuan orang Israel sendiri.

Pada hari-hari pertama serangan darat, tentara Israel menyerbu dan menduduki Gaza utara dan kemudian menarik pasukannya setelah beberapa bulan, menyatakan misi telah tercapai.

Ketika tentara Israel terpaksa mundur dari wilayah Palestina, kepemimpinan politik rezim tersebut menggunakan propaganda dengan mengubah kekalahan yang memalukan menjadi upaya untuk menyebut kekalahan tersebut sebagai kemenangan.

Rezim Israel tidak hanya kalah di Gaza, namun juga kehilangan citranya di seluruh dunia.

Masyarakat Israel yang menuntut pengunduran diri Perdana Menteri kembali turun ke jalan di Tel Aviv.

Baca juga: Gagal Hardik Serangan Hamas, Pejabat Intelijen Israel Letakkan Jabatan sementara Netanyahu Diam Saja

Demonstran menyerukan pemilihan umum dipercepat dan gencatan senjata segera.

Berdasarkan survei situs berita Israel Maariv menunjukkan mayoritas masyarakat Israel tidak puas dengan perang di Gaza.

Ada kerugian besar lainnya, termasuk perekonomian, masalah keamanan yang sedang berlangsung, serta sehari setelah perang.

Setelah membicarakan sejumlah skenario, para pemimpin politik Israel masih belum tahu apa yang akan mereka lakukan setelah perang usai.

Belum lama ini, Times of Israel melaporkan bahwa Kepala Intelijen Militer Israel, Aharon Haliva telah mengundurkan diri karena kegagalan serangan Hamas pada 7 Oktober.

Aharon Haliva menjadi tokoh senior pertama yang mundur.

Diperkirakan akan ada lebih banyak lagi pejabat tinggi Israel yang akan mengikuti jejaknya.

Sejak 7 Oktober, yang berhasil dicapai tentara Israel adalah pembunuhan terhadap warga sipil.

Sejauh ini, lebih dari 10.000 perempuan dan lebih dari 12.000 anak-anak telah dibantai.

Lebih dari 17.000 anak kini menjadi yatim piatu. Ribuan lansia telah dibunuh.

Setidaknya 8.000 warga sipil masih hilang, 70.000 orang lainnya terluka, dan sekali lagi, mayoritas dari mereka adalah perempuan dan anak-anak.

Beberapa perkiraan menyebutkan angkanya mencapai puluhan ribu.

Baca juga: Profil Kepala Intelijen Israel, Mayjen Aharon Haliva

Pendudukan Israel juga menyebabkan krisis pangan dan penyakit di Gaza.

Hampir seluruh warga Palestina bergantung pada bantuan pangan untuk bertahan hidup.

Banyak yang kekurangan gizi.

"Ini sama sekali bukan kemenangan militer. Ini semua adalah tanda-tanda kebiadaban Israel, hukuman kolektif dan genosida," papar para ahlo.

Terlepas dari segala penderitaan yang dialami warga Palestina di Gaza selama 200 hari, mereka menolak meninggalkan tanah air mereka.

Mereka menolak untuk menyerah.

Hamas menolak untuk tunduk pada tekanan dalam negosiasi.

Kelompok ini terus bersikeras bahwa mereka yang mengungsi dari Gaza utara harus diizinkan kembali.

(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani)

Apa Reaksi Anda ?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow