Informasi Terpercaya Masa Kini

7 Perusahaan Keramik Berhenti Produksi, Kemenperin Ungkap “Biang Kerok” Penyebabnya

0 54

JAKARTA, KOMPAS.com – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengungkapkan masalah yang dihadapi industri keramik yang berdampak terhadap penurunan kinerja dalam kurun waktu yang lama.

Pejabat Fungsional Pembina Industri pada Direktorat Industri Semen, Keramik, dan Pengolahan Bahan Galian Nonlogam Kemenperin Ashady Hanafie mengatakan, hal ini bermula saat harga gas naik pada 2015. Kenaikan harga gas tersebut berdampak terhadap kinerja industri dan daya saing yang menurun.

“Jadi mulainya parahnya itu kenapa industri keramik kita itu turun, drop. Itu karena ada kenaikan harga gas,” kata Ashady dalam diskusi bertajuk “Menguji Rencana Kebijakan BMAD terhadap Keramik” di Jakarta, Selasa (16/7/2024).

“Sebelum 2015 itu kita jaya, daya saing kita tinggi. Daya saing kita tinggi bahkan utilisasi data 90 persen,” sambungnya.

Baca juga: Penguasaha Keramik Desak Pemerintah Revisi Permendag 8/2024

Ashady mengatakan, kinerja industri keramik semakin turun seiring dengan maraknya produk keramik impor masuk ke dalam negeri.

Ia mengatakan, produk keramik impor kian diminati lantaran harganya lebih murah dibandingkan produk dalam negeri.

“Karena di Indonesia sampai saat ini kita masih concern konsumennya, concern-nya itu terhadap harga,” ujarnya.

Ashady mengatakan, banjir keramik impor di pasar lokal ini menyebabkan industri dalam negeri kalah saing dengan utilitas anjlok dari 90 persen menjadi 69 persen.

Ia mengatakan, hal ini menyebabkan 7 perusahaan menghentikan produksinya. Ketujuh perusahaan tersebut yaitu, PT Indopenta Sakti Teguh, PT Indoagung Multiceramics Industry, PT Keramik Indonesia Assosiasi, PT KIA Serpih Mas, PT Ika Maestro Industri, PT Industri Keramik Kemenangan Jaya, dan PT Maha Keramindo Perkasa.

Baca juga: Kemenperin Minta Pemerintah Kembalikan Permendag 36/2023 untuk Kendalikan Impor

Berdasarkan hal tersebut, Ashady mengatakan, pihaknya mulai mengajukan pengenaan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP), serta Bea Masuk Anti-Dumping (BMAD) untuk menjaga industri dalam negeri sejak 2016 dan terus diperpanjang.

Meski demikian, ia mengatakan, langkah tersebut belum maksimal lantaran besaran tarif hanya 13 persen.

“Kita sudah lakukan sampai 3 tahun diperpanjang 2 kali. Dan selanjutnya tidak bisa diperpanjang lagi. Nah, dari safeguard ini kita belajar ternyata tidak efektif, dari awal nilainya 23 persen saja dikenakan safeguardnya. Itu di awal,” ucap dia.

Leave a comment