Menkes Ungkap soal Rencana Iuran BPJS Kesehatan Bakal Naik pada 2025
KOMPAS.com – Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin buka suara soal rencana iuran BPJS Kesehatan bakal naik mulai Juli 2025.
Pihaknya menyampaikan, proyeksi kenaikan iuran BPJS Kesehatan pada 2025 menurutnya sudah disimulasikan sejak 2022.
“Sebenarnya kita sudah melakukan simulasi (kenaikan iuran BPJS Kesehatan) itu sejak 2022 pada saat kita naikkan tarif ke rumah sakit. Angka itu udah ada, dan angka itu setiap tahun kita review perkembangannya. Jadi kita tahu kondisinya sampai di mana kira-kira BPJS akan tahan” kata dia, dikutip dari Antara.
Budi mengaku sudah melakukan berbagai intervensi untuk memastikan kondisi BPJS Kesehatan baik-baik saja, salah satunya dengan memperhatikan apakah pembayaran yang dilakukan sudah sesuai.
Sebab menurutnya ada banyak rumah sakit yang melakukan klaim berlebihan atau memalsukan biayanya.
“Sekarang tinggal kita lihat apakah angka perencanaan kita dan realisasinya itu dekat atau enggak. Dan kalau ternyata ada selisih jauh itu seperti apa,” ujar Budi.
Baca juga: Apakah Yatim Piatu Bisa Mendaftar BPJS Kesehatan Hanya untuk Satu Orang?
BPJS Kesehatan terancam defisit anggaran Rp 20 triliun
Saat ini, Budi mengatakan masih terus berkomunikasi dengan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani untuk memantau dan menangani kondisi BPJS Kesehatan, serta melakukan penyesuaian, terkait isu kenaikan iuran BPJS Kesehatan.
Ia juga bakal memanggil Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti untuk mendiskusikan soal iuran BPJS Kesehatan tahun 2025.
Sebelumnya, Ali menyebutkan bahwa iuran peserta program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) bakal naik pada pertengahan 2025 saat penerapan kelas rawat inap standar atau KRIS diberlakukan.
Diberitakan Kompas.id, Ali menjelaskan, iuran peserta JKN perlu dinaikkan karena BPJS Kesehatan dihadapkan dengan ancaman defisit antara pembayaran klaim manfaat dan penerimaan iuran sebesar Rp 20 triliun hingga akhir tahun ini.
Namun, Budi sendiri menyampaikan, penggunaan istilah ‘defisit’ perlu diperhatikan. Sebab, BPJS Kesehatan masih memiliki anggaran puluhan triliun.
“Jadi defisitnya itu mungkin defisit berjalan sekarang dari iuran yang masuk dan juga expenses yang keluar. Tetapi BPJS sendiri masih punya cadangan cash saya rasa di atas Rp 50 triliun,” kata dia.
Apabila merujuk data sepanjang Januari hingga Oktober 2024, defisit BPJS Kesehatan tercatat mencapai Rp 12,83 triliun.
Oleh karena itu, rencana menaikkan tarif iuran BPJS Kesehatan pun menurutnya bertujuan demi keberlangsungan program ini.
Baca juga: Terancam Gagal Bayar Klaim, Iuran BPJS Kesehatan Direncanakan Akan Naik Tahun Depan
Aturan kenaikan iuran BPJS Kesehatan
Rencana kenaikan iuran peserta BPJS Kesehatan sudah disebutkan dalam Peraturan Presiden nomor 59 tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.
Pada Pasal 103B ayat (8) Perpres menyebutkan, penetapan manfaat, tarif, dan iuran ditetapkan paling lambat 1 Juli 2025.
Tak hanya kenaikan iuran BPJS Kesehatan, beberapa solusi lain yang diajukan adalah cost sharing, yang diterapkan di beberapa negara.
Cost sharing adalah program di mana pasien yang datang ke rumah sakit membayar sedikit, dengan jumlah yang tidak memberatkan.
Baca juga: BPJS Kesehatan Disebut Kini Batasi Pemberian Rujukan dari Faskes Pertama, Benarkah?
BPJS Kesehatan terancam gagal bayar klaim
Pemanfaatan BPJS Kesehatan sepanjang tahun 2024 terus mengalami peningkatan.
Data dari BPJS Kesehatan menunjukkan, jumlah peserta meningkat dari 133,4 juta peserta pada 2014 menjadi 276,5 juta per Oktober 2024.
Akan tetapi, hanya sekitar 50 juta peserta atau sekitar 18 persen yang aktif membayar iuran BPJS Kesehatan.
Padahal, rata-rata total pemanfaatan layanan BPJS kesehatan mencapai 1,8 juta layanan per hari pada 2024. Angka itu naik drastis dari 252.000 layanan per hari pada 2014.
Hal tersebut menyebabkan, biaya jaminan kesehatan ikut meningkat dari Rp 42,6 triliun pada 2014 menjadi Rp 158,85 triliun pada 2023.
Peningkatan ini diproyeksikan bakal terus berlanjut di tahun ini karena biaya jaminan kesehatan sudah mencapai Rp 146,28 triliun hingga Oktober 2024.
Sementara itu, jumlah iuran kepesertaan yang dihimpun sepanjang Januari sampai Oktober 2024 hanya Rp 133,45 triliun, seperti dikutip dari Kompas.com (13/11/2024).
Artinya, sepanjang Januari hingga Oktober, defisit klaim BPJS Kesehatan sudah mencapai Rp 12,83 triliun dan diprediksi mencapai Rp 20 triliun pada akhir tahun 2024.
Jika tidak melakukan penyesuaian tarif, Ali mengatakan, program BPJS Kesehatan berpotensi mengalami kondisi gagal bayar klaim peserta setelah 2026.
Jenis peserta BPJS Kesehatan dan besaran iurannya
BPJS Kesehatan (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan) merupakan lembaga yang mengelola program jaminan kesehatan bagi seluruh masyarakat Indonesia.
Program ini dibagi menjadi beberapa jenis peserta dengan ketentuan iuran yang berbeda-beda, sesuai dengan status pekerjaan dan kemampuan finansial peserta.
Berikut adalah penjelasan mengenai berbagai jenis peserta BPJS Kesehatan beserta besaran iuran yang dikenakan.
1. Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (PBI JK)
Peserta PBI JK adalah kelompok masyarakat yang termasuk dalam kategori fakir miskin atau orang yang tidak mampu, dan iurannya dibayar sepenuhnya oleh Pemerintah Pusat melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Besaran Iuran PBI JK: Rp42.000 per orang per bulan.
Peserta dalam kategori ini tidak perlu membayar iuran karena sudah dibiayai oleh negara, yang bertujuan untuk memberikan akses layanan kesehatan kepada masyarakat yang tidak mampu.
2. Peserta Pekerja Penerima Upah (PPU)
Peserta PPU adalah mereka yang bekerja dengan memperoleh upah dari pemberi kerja, baik itu lembaga pemerintahan, BUMN, BUMD, maupun sektor swasta. Ada dua kategori PPU berdasarkan tempat bekerja, yaitu:
PPU di Lembaga Pemerintahan: Ini termasuk Pegawai Negeri Sipil (PNS), anggota TNI, Polri, pejabat negara, dan pegawai pemerintah non-PNS.
Besaran Iuran: 5 persen dari gaji atau upah per bulan.
- 4 persen dibayar oleh pemberi kerja (negara), dan
- 1 persen dibayar oleh peserta (pegawai).
PPU di BUMN, BUMD, dan Swasta: Peserta yang bekerja di perusahaan milik negara atau swasta juga dikenakan iuran yang sama.
Besaran Iuran: 5 persen dari gaji atau upah per bulan.
- 4 persen dibayar oleh pemberi kerja, dan
- 1 persen dibayar oleh peserta.
3. Iuran untuk Keluarga Tambahan Peserta PPU
Keluarga tambahan dari peserta PPU seperti anak keempat, orang tua, atau mertua, dikenakan iuran tambahan.
Besaran Iuran untuk Keluarga Tambahan: 1 persen dari gaji atau upah peserta per orang per bulan. Pembayaran iuran ini menjadi tanggung jawab pekerja penerima upah.
4. Iuran untuk Peserta Lainnya
Peserta lainnya seperti kerabat dari pekerja penerima upah (misalnya saudara kandung, ipar, atau asisten rumah tangga), Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU), dan Bukan Pekerja (BP) Penyelenggara Negara dikenakan iuran berdasarkan kelas perawatan yang dipilih.
Besaran Iuran:
- Kelas I: Rp150.000 per orang per bulan.
- Kelas II: Rp100.000 per orang per bulan.
- Kelas III: Rp42.000 per orang per bulan.
Namun, bagi peserta Kelas III, ada ketentuan khusus untuk periode tertentu.
Misalnya, selama periode Juli hingga Desember 2020, peserta Kelas III hanya membayar iuran sebesar Rp25.500, dan sisanya dibayar oleh pemerintah.
Mulai Januari 2021, besaran iuran Kelas III menjadi Rp35.000, dengan bantuan iuran pemerintah sebesar Rp7.000.
5. Iuran bagi Veteran dan Perintis Kemerdekaan
Veteran, perintis kemerdekaan, serta janda, duda, atau anak yatim piatu dari veteran atau perintis kemerdekaan juga mendapatkan jaminan kesehatan dari BPJS Kesehatan. Iuran untuk mereka ditetapkan berdasarkan persentase dari gaji pokok PNS golongan III/a dengan masa kerja 14 tahun.
Besaran Iuran: 5 persen dari 45 persen gaji pokok PNS golongan III/a.
Pemerintah yang membayar iuran untuk kelompok ini.
6. Sistem Pembayaran dan Denda Keterlambatan
Iuran BPJS Kesehatan harus dibayarkan setiap bulan paling lambat pada tanggal 10. Tidak ada denda untuk keterlambatan pembayaran iuran selama peserta tidak membutuhkan pelayanan kesehatan rawat inap.
Namun, apabila peserta membutuhkan pelayanan rawat inap setelah terlambat membayar iuran, BPJS Kesehatan akan mengenakan denda.
Besaran Denda: Denda yang dikenakan adalah 5 persen dari biaya diagnosis awal pelayanan kesehatan rawat inap, dikalikan dengan jumlah bulan tertunggak.
Maksimal Tunggakan: BPJS Kesehatan memberikan periode maksimum tunggakan selama 12 bulan dengan besaran denda paling tinggi Rp30.000.000.
Tanggung Jawab Pembayaran Denda: Untuk peserta PPU, pembayaran denda ini ditanggung oleh pemberi kerja.