Begini Cara Mafia Solar di Kupang Dapat Ratusan Juta per Hari versi Rudy Soik
TEMPO.CO, Jakarta – Kasus mafia bahan bakar minyak (BBM) di Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), belakangan menjadi sorotan setelah diungkap oleh mantan anggota Kepolisian Resor Kupang, Inspektur Dua Rudy Soik. Dugaan mafia atau penimbunan minyak ini terungkap setelah Rudy mendapatkan informasi dari para nelayan terkait adanya kelangkaan minyak.
Dari hasil penyelidikan Rudy Soik, terungkap bahwa para pelaku berhasil meraup keuntungan besar setiap harinya melalui penimbunan dan penjualan solar bersubsidi secara ilegal. Berikut cara mafia solat mendapatkan keuntungan ratusan juta versi Rudy Soik.
Modus Menggunakan Barcode Pertamina
Dalam menjalankan aksinya, kata Rudy, mafia solar ini membeli solar bersubsidi di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) Pertamina dengan harga Rp 6.800 per liter. Kemudian mereka menjualnya kembali dengan harga jauh lebih tinggi, yakni antara Rp 18.000 hingga Rp 20.000 per liter. Jadi, keuntungan yang didapat berasal dari selisih harga beli dan harga jual.
Rudy menyebutkan, para penimbun ini menggunakan barcode resmi yang dikeluarkan oleh Pertamina agar bisa memperoleh solar bersubsidi. Namun, barcode tersebut sebenarnya bukan atas nama mereka. “Ada empat barcode yang kami sita,” kata Rudy kepada Tempo pada Jumat, 25 Oktober 2024.
Dari empat barcode itu, menurut Rudy, dua diantaranya memperbolehkan si pemilik mengambil solar bersubsidi sebanyak 4 ribu liter per hari. Sementara dua lainnya memiliki kuota 4 ribu liter solar bersubsidi dalam 30 hari atau sebulan.
Adapun keempat barcode ini diketahui dimiliki oleh seorang pengusaha perikanan asal Cilacap, Jawa Tengah. Padahal, kode batang itu seharusnya tak boleh dipindahtangankan dan hanya boleh digunakan untuk kapal penangkap ikan milik si pengusaha.
Keuntungan Fantastis hingga Ratusan Juta per Hari
Rudy mengungkapkan bahwa mafia tersebut biasanya mengambil solar dalam jumlah besar dengan menggunakan truk tangki berkapasitas 5 ton atau 5 ribu liter per transaksi. Setiap harinya, mereka dapat menjual hingga 10 ribu liter solar atau dua truk tangki ke pihak-pihak yang membutuhkan bahan bakar murah seperti pelaku industri dan ke perbatasan.
Dari setiap transaksi, mafia solar ini bisa meraup keuntungan sekitar Rp 56 juta untuk setiap 5 ribu liter solar yang berhasil dijual. Itu artinya, para pelaku berhasil meraup keuntungan hingga Rp 112 juta setiap harinya.
“Jadi 5 ton itu mereka dapat untung 56 juta,” ucap Rudy kepada Tempo pada Jumat, 25 Oktober 2024.
Pelaku Residivis Kasus Serupa
Sayangnya penyelidikan ini harus berhenti usai Rudy mendapat sanksi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) oleh Komisi Kode Etik Polisi (KKEP) Polda NTT pada 11 Oktober lalu. Rudy disidang karena melanggar kode etik saat memasang garis polisi atau police line di tempat penampungan minyak milik dua anggota jaringan penampungan solar bersubsidi ilegal berinisial AA dan AG.
Menurut Rudy, AA merupakan residivis kasus yang sama. Bahkan AA pernah dua kali tertangkap karena penimbunan dan penjualan BBM bersubsidi ilegal. AA juga pernah ditangkap pada tahun 2022 ketika dia membawa BBM bersubsidi ilegal sebanyak 6 ton atau 6 ribu liter. “Jadi, itu dia punya riwayat. Itu membawa dia masuk penjara tahun 2022, dia keluar tahun 2023,” ucapnya.
Usai bebas dari penjara, AA kembali mengulangi perbuatannya. Polresta Kupang pun sempat kembali menangkapnya. “Dia pernah ditangkap terkait pengiriman minyak ke Timor-Leste. Jadi, itu ditetapkan sebagai tersangka. Tahun 2023. Tapi di peradilan Polresta Kupang kalah,” ucap Rudy.
Rudy Soik mengaku bisa memastikan AA bukan nelayan atau pun pemilik kapal yang berhak untuk memperoleh solar bersubsidi dalam jumlah sebesar itu. Dia pun mencurigai AA dan AG merupakan bagian dari jaringan besar mafia bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi.
“Ini yang saya bilang mafia, yang polanya menggunakan nama orang lain dengan kapasitas minyak yang besar. Karena si pengusaha asal Cilacap ini punya 11 kapal,” ucap Rudy.
Dede Leni Mardianti berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan Editor: Sidang Banding Rudy Soik, Kapolda NTT Bakal Tunjuk Hakim dalam 30 Hari