Mengapa Jaket Kompasiana Begitu Menggoda?
Entah ini lapar mata atau memang suka. Masih berdebat dalam imajinasi. Tetapi serius, jaket Kompasiana edisi terbatas ini begitu amat menggoda. Bukan dari warnanya yang tampak biru cerah di gambar tunggal bagian belakang dengan bahan seperti terbuat dari jenis parasut.
Bukan pula karena tampak terlihat agak gelap warna biru dongker jika dilihat dari gambar dua sisi depan dan belakang, yang seperti terbuat dari bahan katun, dan lebih jelas penampakkannya ketika masuk ke ruang pre order. Ups! Pre order. Mau ikutan pesan tah! Eits Tunggu dulu!
Jaket biru Kompasiana, 1 (satu) dari 3 (tiga) merchandise exclusive; jaket, kaos (t-shirt) dan tote bag, yang ditawarkan oleh Kompasiana dalam rangka menyambut Kompasianival 2024. Tampilan jaket jauh lebih keren dan sederhana dalam pemilihan warna dibanding kaos dan tote bag-nya.
Jaket biru keren Kompasiana ini lebih dari sekadar menawarkan desain, fungsi dan kandungan makna yang tersirat seluas samudera setinggi gunung dari tulisan #Every Story Matters, yang tertera di bagian belakangnya. Jaket biru keren ini saat digunakan nantinya, terutama oleh Kompasianer akan memberi kebanggaan tersendiri. Lantaran jaket yang kelak menyelimuti tubuh Kompasianer bukan sekadar melindungi tubuh dari panas dan angin, melainkan identitas yang setidaknya memberikan rasa untuk berkata “Wahai dunia! Karya tulisanku ada di sana, di dalamnya, bacalah agar jendela-jendelamu terbuka tidak lagi sebatas buku saja”
Setiap cerita itu penting! Bacalah! Seperti Ayat pertama dalam Surah pertama yang diwahyukan Allah Subhahanu Wa Taala, yang bunyi terjemahannya, “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan”. So, setiap cerita itu penting. Penting untuk dibaca awalnya, lalu diambil manfaatnya, dijadikan inspirasi dan motivasi. Bukankah sedemikian luas dan tingginya pesan yang hendak disampaikan oleh “Every Story Matters”?
Namun kalau boleh sedikit kritisi, tampilan depan jaket keren ini menjadi semi kemeja karena menggunakan kancing terbuka tanpa penutup, bukan resleting. Di luar itu, jaket biru keren ini begitu memang sangat menggoda. Mengapa jaket Kompasiana begitu menggoda?
Kini imajinasi tak lagi mendebat; suka. Bukan lapar mata. Hanya saja, rasa suka tidak terjadi begitu saja. Bukan karena tiba-tiba melihat jaket biru keren Kompasiana. Jejaknya dimulai sejak tubuh seringkali tak mampu menahan dingin jika cuma memakai baju, harus dibalut jaket. Apalagi saat berkendara motor. Mulai saat itulah koleksi jaket memenuhi lemari pakaian.
Dua merek yang sudah dikenal tak lepas dari incaran. Eiger dan Respiro (barangkali dapat endorse …haha). Tapi itu dulu. Mengkoleksi jaket dengan harga yang di atas pasaran membuat diri masuk dalam perangkap dan terpapar fenomena doom spending. Sebab faktanya, tak bisa menabung dan alasan utama berbelanja jaket, yang sebenarnya juga dibarengi produk lainnya adalah bagian dari ketakutan akan masa depan.
Sekali lagi itu dulu. Ketika konsep pernikahan, yang merupakan bagian dari masa depan tidak menampakkan sedikitpun kejelasan kecuali kegagalan. Sekarang tidak lagi. Reedoom Spending Therapy, yang tanpa sengaja ditemukan dan diterapkan terbukti mampu memperbaiki kondisi itu.
Meskipun tak berhasil menjadi pebisnis atau penjual, setidaknya saat doom spending dapat diatasi, uang bisa terkumpul (bisa mulai menabung) dan dengan uang tabungan itu ketakutan satu-satunya bisa terwujud. Yaitu menikah. Hidup lalu bergulir, kehadiran dua anak yang Tuhan titipkan otomatis mengalihkan segala pengeluaran kebutuhan atau keinginan pribadi berpindah untuk kebutuhan keluarga.
Itulah kenapa untuk jaket biru keren yang satu ini, berkali-kali hanya tiba di ruang pre order tanpa melakukan order. Sepertinya, jaket biru keren Kompasiana tidak akan pernah singgah membalut tubuh ini, mengingat batas pre order-nya, yang tidak sampai ke akhir bulan. Pembaca paham dong! …Hahaha. Impian sebuah jaket yang akan terhempas. Tapi tidak dengan “Every Story Matters”-nya.
Selamat 16 tahun Kompasiana. Semoga tahun depan jaketnya lebih keren