Informasi Terpercaya Masa Kini

Muhammadiyah Ultimatum Kapolri untuk Autopsi Ulang Jasad Afif Maulana, Batasnya 9 Agustus

0 19

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — PP Muhammadiyah mengultimatum Mabes Polri untuk segera merespons permintaan ekshumasi atau autopsi ulang jenazah Afif Maulana (AM). Afif merupakan bocah 13 tahun yang menjadi korban dugaan penyiksaan oleh anggota kepolisian di Kota Padang, Sumatra Barat (Sumbar).

Melalui Lembaga Bantuan Hukum dan Advokasi (LBH AP) PP Muhammadiyah menegaskan, akan melaksanakan pembongkaran jenazah secara mandiri jika Kapolri Listyo Sigit Prabowo tak juga menanggapi permohonan pihak keluarga dan tim advokasi untuk autopsi ulang jasad AM.

Ketua LBH AP PP Muhammadiyah Gufroni mengatakan, timnya bersama-sama dengan Koalisi Masyarakat Sipil Anti Penyiksaan, setuju memberikan tenggat waktu kepada Mabes Polri untuk melakukan ekshumasi paling lambat 9 Agustus 2024. Gufroni mengatakan, tenggat waktu ultimatum tersebut berdasarkan rekomendasi dari para ahli bedah forensik tentang batas waktu normal terhadap jenazah untuk dilakukan autopsi ulang.

“Kalau di Mabes Polri belum jalan, maka kami, bersama-sama KPAI, LPSK, Komnas HAM, Komnas Perempuan, dan lembaga-lembaga negara lain, untuk mendorong dalam melaksanakan ekshumasi secara independen,” begitu kata Gufroni di Kantor KPAI, Jakarta, Selasa (30/7/2024).

Gufroni menerangkan, permintaan resmi ekshumasi jasad Afif sudah dimintakan oleh tim advokasi keluarga dari LBH Padang dan Kontras ke Polda Sumbar, pun ke Mabes Polri. Permintaan serupa, juga dilakukan resmi LBH AP PP Muhammadiyah kepada Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.

Akan tetapi, semua permohonan tersebut hingga kini tak ada respons. Alih-alih memberikan persetujuan, kata Gufroni, jawaban resmi jika Polri menolak, pun nihil. Sementara, kata Gufroni, rekomendasi dari para dokter bedah forensik, batas waktu normal jika dilakukan autopsi ulang maksimal dua bulan sepuluh hari dari kematian.

Artinya, kata Gufroni, batas waktu tersebut, selambatnya 9 Agustus 2024. Karena Afif, meninggal dunia pada 9 Juni 2024. Dan saat ini, kata Gufroni, masih tersisa sembilan hari lagi sebelum jasad Afif sulit diidentifikasi. Menurut dia, melalui mekanisme resmi kepolisian, jika tak ada respons, tim Koalisi Masyarakat Sipil Anti Penyiksaan, akan menyiapkan dokter forensik independen untuk melakukan ekshumasi tersebut.

“Jadi paling tidak, kami bersepakat, melalui Komnas HAM bisa mengambil inisiatif untuk melakukan ekshumasi dan autopsi ulang, karena Komnas HAM memiliki kewenangan untuk melakukan pengungkapan dan penyelidikan kasus kematian Afif Maulana yang diduga meninggal dunia akibat penyiksaan aparat ini,” begitu kata Gufroni.

Sejumlah aktivis yang tergabung dalam Aksi Kamisan Padang berorasi di depan Polresta Padang, Sumatra Barat, Kamis (25/7/2024). Aksi itu menuntut keadilan terhadap kasus tewasnya pelajar SMP Afif Maulana yang diduga dianiaya oknum polisi, dan mendesak Polresta Padang untuk mengusut tuntas kasus tersebut. – (ANTARA FOTO/Iggoy el Fitra)

Penangangan yang lambat.. baca di halaman selanjutnya.

 

Anggota Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Dian Sasmita mengatakan, timnya sudah kembali melayangkan surat kepada Kapolri Listyo Sigit perihal percepatan dalam penyelidikan dan penyidikan kasus kematian Afif ini. Surat resmi terakhir KPAI, kata dia, dilayangkan pertanggal 16 Juli 2024.

Dalam surat tersebut, kata Dian, juga meminta agar Jenderal Sigit sebagai pemimpin tertinggi di Polri untuk segera memerintahkan ekshumasi terhadap jasad Afif. Akan tetapi, sampai Selasa (30/7/2024), KPAI pun belum mendapatkan respons resmi dari Mabes Polri perihal permintaan penyelidikan dan penyidikan, serta ekshumasi tersebut.

“Ini menjadi catatan bagi kami (KPAI), bahwa penanganan kasus terhadap kematian anak AM ini dilakukan dengan sangat lambat. Ini artinya negara dan kepolisian tidak sanggup memberikan keadilan bagi anak korban maupun keluarga korban,” begitu kata Dian.

Dia menembahkan, ekshumasi jasad Afif ini penting dalam proses penyelidikan dan penyidikan untuk memastikan apa sebab matinya bocah kelas-1 SMP Muhammadiyah-5 Kota Padang tersebut. Dian menegaskan, KPAI sendiri tak percaya Afif Maulana meninggal dunia karena lompat dari Jembatan Kuranji yang tingginya lebih dari 20 meter.

“Dari investigasi KPAI sendiri di lapangan, sangat tidak mungkin sekali anak AM (Afif) jatuh, atau dikatakan terpeleset, atau nekat melompat dari jembatan dengan ketinggian seperti itu,” begitu kata Dian.

Semakin tak yakin KPAI, kata Dian, dengan melihat sendiri dokumentasi jasad Afif setelah ditemukan, yang dalam kondisi mengalami luka-luka hanya di bagian sebelah kiri tubuhnya. “Itu sangat tidak mungkin. Jadi kami (KPAI) juga mendesak Kapolri, untuk segera merespons permintaan kami, untuk segera dilakukan ekshumasi,” ujar Dian.

Orang tua Afif Maulana, pelajar SMP yang tewas diduga dianiaya oknum polisi, menangis di pusara anaknya di tempat pemakaman umum (TPU) Tanah Sirah, Padang, Sumatra Barat, Rabu (10/7/2024). – (ANTARA FOTO/Iggoy el Fitra)

Kronologi peristiwa.. baca di halaman selanjutnya.

 

Jasad Afif Maulana ditemukan mengambang pada Ahad (9/6/2024) lalu di aliran Sungai Batang di bawah Jembatan Kuranji, Kota Padang. Saat ditemukan, jasad bocah 13 tahun itu sudah dalam kondisi lebam-lebam pada bagian kiri tubuhnya. Diketahui, pada Sabtu (8/6/2024) malam, Afif keluar bersama rekan-rekannya. Dan diketahui pula, bahwa pada Sabtu (8/6/2024) malam sampai Ahad (9/6/2024) dini hari-subuh satuan Sabhara Polresta Kota Padang bersama Polda Sumbar melangsungkan patroli pencegahan dan penindakan tawuran pelajar.

LBH Padang dari penyelidikan mandiri menyebutkan adanya saksi yang menceritakan Afif bersama temannya A berboncengan dengan sepeda motor pada dini hari itu. Lalu keduanya terpelanting dari motor ke aspal setelah ditendang polisi yang berpatroli menggunakan motor trail KLX.

Dari investigasi LBH Padang pula diyakini Afif sempat mengalami kekerasan, bahkan penyiksaan usai ditendang kepolisian. Pun dugaan dari LBH Padang, Afif sempat dibawa ke Polsek Kuranji dan kembali mengalami ragam kekerasan, serta penyiksaan. Menurut LBH Padang ada sekitar 18 anak-anak dan remaja yang ditangkap pada subuh hari itu, yang juga mengalami penyiksaan.

Namun versi Polda Sumbar menyampaikan yang lain. Menurut Kapolda Irjen Suharyono, ada bukti-bukti yang meyakinkan kepolisian, bahwa Afif dikejar oleh polisi patroli lantaran terlibat akan tawuran. Meskipun Kapolda mengakui adanya perbuatan anggotanya yang melakukan pemukulan dan penendangan pada saat pencegahan aksi tawuran, tetapi tak menerima tudingan LBH Padang tentang penyebab kematian Afif.

Dari penyelidikan yang dilakukan Polda Sumbar, kata Irjen Suharyono, saksi A yang menyebutkan bahwa Afif berencana untuk melarikan diri dari kejaran polisi dengan melompat dari atas Jembatan Kuranji. Hal tersebut yang meyakinkan Polda Sumbar bahwa Afif kemungkinan tewas akibat melompat dari jembatan setinggi lebih dari 20 meter. Aliran sungai dangkal berbatuan di bawah jembatan, yang diyakini Polda Sumbar membuat jasad Afif mengalami lebam-lebam.

Saat dilakukan autopsi pertama, diketahui beberapa bagian tulang dada sebelah kiri Afif patah dan menusuk bagian paru-paru. Polda Sumbar, pun sudah menetapkan 17 personel Sabhara-nya sebagai pelaku tindakan tak disiplin dan pelanggar SOP saat melakukan patroli, serta pemeriksaan terhadap para terduga pelaku tawuran.

Namun terkait kematian Afif, Polda Sumbar sampai saat ini tak melakukan penyelidikan, apalagi penyidikan untuk mengusut penyebab pasti matinya Afif. Pihak keluarga, bersama LBH Padang sudah mendatangi Komnas HAM untuk mengadukan dan meminta pembentukan tim investigasi. Pihak keluarga, pun meminta Komnas HAM untuk memfasilitasi dilakukannya ekshumasi, dan autopsi ulang untuk menguak pastinya kematian Afif.

Leave a comment