Informasi Terpercaya Masa Kini

“Dewa-dewa” di Balik Proses Pencalonan Pilkada Jakarta 2024

0 41

JAKARTA, KOMPAS.com – Peta politik persaingan pada Pilkada Jakarta 2024 masih abu-abu meski pembukaan pendaftaran Pilkada serentak 2024 tinggal satu bulan lagi.

Sejauh ini, baru Anies Baswedan yang resmi mengantongi dukungan dari dua partai politik yakni Partai Keadilan Sejahtera dan Partai Nasdem. Sementara, nama populer lainnya seperti Ridwan Kamil, Basuki Tjahaja Purnama, Kaesang Pangarep, dan Jusuf Hamka belum mendapat kepastian.

Bendahara Umum Partai Nasdem Ahmad Sahroni mengatakan ada “dewa-dewa” di Republik Indonesia (RI) yang akan menentukan sosok calon gubernur dan wakil gubernur pada Pilkada Jakarta 2024.

Menurut Sahroni, keberadaan para “dewa” tersebut membuat nama-nama yang akan maju pada Pilkada Jakarta sulit diprediksi oleh para pengamat politik.

“Ini kan masih sangat dinamis, Jakarta agak sedikit unik. Karena ini tidak mudah dan tidak bisa ditafsirkan oleh para pengamat-pengamat itu. Yang hanya tahu adalah para dewa-dewa yang ada di Republik ini,” ujar Sahroni di Nasdem Tower, Jakarta, Kamis (25/7/2024).

Baca juga: Nasdem: Dewa-dewa Akan Tentukan Siapa yang Maju Pilkada Jakarta 2024

“Nah in the end, kapan akan terjadi keputusannya, siapa dengan siapanya, itu nanti pada waktunya nanti teman-teman akan tahu,” ujar dia melanjutkan.

Sahroni menjelaskan, sulit untuk memprediksi berapa poros yang akan maju di Jakarta.

Dia kembali mengungkit peran para dewa ini dalam menentukan jumlah poros dan sosok yang boleh maju di Jakarta.

“Selama fleksibilitas dinamisnya politik di Jakarta itu ditentukan oleh para ‘dewa-dewa’ yang ada di republik ini, gue enggak bisa simpulkan, tetapi para dewa-dewa itulah yang akan mengambil keputusan,” jelas Sahroni.

Dewa ingin gagalkan Anies

Pengamat politik dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Adi Prayitno menduga dewa-dewa yang dimaksud oleh Sahroni adalah  adalah para elite partai yang saat ini sedang berkuasa.

Adi mengingatkan bahwa pencalonan kepala daerah hanya bisa dilakukan oleh elite partai, bukan orang lain.

“Saya kira secara umum yang disebut dengan dewa-dewa politik itu tentu adalah elite-elite partai. Karena konfigurasi terkait dengan pencalonan gubernur dan kepala daerah yang bisa memutuskan adalah elite partai,” ujar Adi saat dihubungi Kompas.com, Jumat (26/7/2024).

Adi pun menilai, dewa-dewa yang dimaksud oleh Sahroni bukanlah elite partai dari para pendukung Anies Baswedan, melainkan para elite yang ada di lingkaran kekuasaan pemerintah.

Menurut Adi, elite-elite partai itu bertugas untuk melobi para pendukung Anies untuk membatalkan dukungannya ke Anies.

Baca juga: Meski Telah Dukung Anies, Nasdem Ingatkan Masih Bisa Berubah: Yang Tahu Para Dewa

Ia mengingatkan, elite-elite partai punya kemammpuan untu mengendalikan, mengorkestrasi, dan mengatur bagaimana konstelasi politik terkait pencalonan di Pilkada Jakarta.

“Tentu pernyataan Ahmad Sahroni ini ada kaitannya dengan soal kemungkinan, bagaimana partai-partai pengusung Anies terus dilobi supaya mereka itu batalkan dukungannya ke Anies. Saya kira di situ konteksnya,” kata Adi.

“Siapa mereka yang mampu melakukan supaya partai pendukung Anies khususnya PKS dan Nasdem ini tidak terus mendukung Anies? Ya bagi saya, yang melihat dari jauh, mungkin elite-elite partai yang saat ini punya kekuasaan besar. Yang bisa meyakinkan dan bisa melobi supaya PKS atau Nasdem batalkan dukungan politiknya ke Anies,” imbuh Adi.

Sementara itu,  Direktur Eksekutif Trias Politika Strategis Agung Baskoro menilai dewa-dewa yang dimaksud Sahroni adalah para kingmaker, yakni dari Presiden Joko Widodo, presiden terpilih Prabowo Subianto, dan para ketua umum partai politik.

Baca juga: Survei Indikator Politik: Bukan Ahok, Ridwan Kamil Justru Jadi Penantang Terberat Anies pada Pilkada Jakarta

Agung mengatakan, Jokowi, Prabowo dan para ketum parpol memiliki kuasa untuk menerbitkan rekomendasi, sehingga kandidat bisa memenuhi syarat threshold dan maju pilkada.

“Dalam konteks Presiden Jokowi, menimbang Ia masih menjabat sampai 20 Oktober, sehingga memiliki fitur-fitur kekuasaan untuk mempengaruhi,” ujar dia.

Anies mendominasi

Hasil survei Indikator Politik Indonesia pada 18-26 Juni 2024, Anies masih menjadi sosok yang paling banyak dipilih oleh responden pada simulasi terbuka atau top of mind.

Mantan gubernur DKI Jakarta itu menduduki peringkat teratas dengan elektabilitas 39,7 persen, diikuti Basuki Tjaahaja Purnama alias Ahok (23,8 persen) dan Ridwan Kamil (13,1 persen).

Selain tiga nama tersebut, tokoh-tokoh yang disurvei punya elektabilitas sangat kecil, misalnya Menteri Sosial Tri Rismaharini (Risma) dengan 1,4 persen dan Menteri BUMN Erick Thohir 1,1 persen.

Hasil survei Indikator tak jauh berbeda dengan jajak pendapat Litbang Kompas pada 15-20 Juni 2024 yang menempatkan Anies dengan elektabilitas tertinggi sebesar 29,8 persen, diikuti Ahok (20 persen) dan Ridwan Kamil (8,5 persen).

Meski elektabilitas Anies, Ahok, dan Ridwan Kamil menjulang, ada satu nama yang kerap dikait-kaitkan dengan bursa Pilkada Jakarta yakni Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia Kaesang Pangarep.

Putra bungsu Presiden Joko Widodo itu tercatat hanya memperoleh elektabilitas sebesar 1 persen berdasarkan survei Litbang Kompas, tetapi namanya terus hangat di bursa Pilkada Jakarta.

Baca juga: Survei Indikator Politik: Jika “Rematch”, Anies Tetap Unggul dari Ahok pada Pilkada Jakarta

Ketua DPP PSI Cheryl Tanzil berdalih Kaesang masih seumur jagung di kancah politik, sehingga elektabilitasnya di DKI Jakarta rendah.

Terlebih, kata Cheryl, Kaesang juga tidak pernah bergerak sebagai calon kepala daerah di Jakarta.

Exsposure politik Mas Kaesang baru dari 25 September tahun lalu, masih seumur jagung, bahkan belum sampai 1 tahun. Jadi angkanya bisa kami terima dengan baik. Jadi ini refleksi bagaimana akar rumput melihat Mas Kaesang,” ujar Cheryl, Kamis.

Cheryl menjelaskan, Kaesang berhasil masuk ke daftar 10 besar top of mind Pilkada Jakarta 2024 saja sudah menjadi sebuah pencapaian.

Apalagi, kata dia, ketika pertama kali masuk PSI, Kaesang dicibir oleh banyak pihak.

“Karena ya untuk anak muda yang usianya masih sangat belia dan sempat dicibir, ketika masuk PSI kan dicibir banget, dinyinyirin banyak pihak. Ternyata masuk 10 besar. Menurut saya itu sudah sesuatu karena mengalahkan nama-nama lain yang lebih senior,” kata Cheryl.

Leave a comment