Kilas Balik Gugatan Almas Tsaqibbirru ke Denny Indrayana Rp 500 Miliar
TEMPO.CO, Jakarta – Pengadilan Negeri Banjarbaru, Kalimantan Selatan, menolak gugatan Almas Tsaqibbirru terhadap pakar hukum Denny Indrayana. Almas sebelumnya menggugat Denny atas dugaan pencemaran nama baik dan meminta ganti rugi sebesar Rp 500 miliar.
Berikut kilas balik gugatan Almas terhadap Denny seperti dihimpun dari Tempo.
Dalam surat gugatan yang ditandatangani kuasa hukum Almas, Arif Sahudi, pada Senin, 29 Januari 2024, Denny dinilai telah merugikan kliennya secara material dan immaterial dengan total kerugian sebesar Rp 500 miliar rupiah.
Adapun gugatan itu bermula dari unggahan video Denny di Youtube dengan judul thumbnail “Polemik Trijaya FM: Konsekuensi Putusan MKMK”, tulisan dalam Gatra.com dengan judul “Dugaan Mega Skandal Politik Keluarga Presiden Jokowi, Denny Indrayana: Indikasi Kejahatan Terencana”, dan tulisan di SINDOnews.com yang berjudul “Mantan Wamenkumham Berharap MKMK Bisa Batalkan Putusan Usia”.
Arif mengklaim bahwa pernyataan Denny melalui media online itu tidak pernah menyertakan data maupun bukti yang mendukung.
“Tidak ada dasar hukum dan atau dasar putusan hukum yang berkekuatan hukum tetap atas pernyataan yang menjadi tuduhan, maka hal tersebut adalah perbuatan melawan hukum,” kata Arif dalam surat gugatannya.
Arif menyebut, Denny menuduh Almas terlibat dalam kejahatan terorganisasi dan terencana. Hal itu berhubungan dengan permohonannya atas uji materi Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum dalam perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 yang dikabulkan Mahkamah Konstitusi (MK).
“Senyatanya penggugat bukan bagian dari tuduhan tersebut dan tidak pernah terbukti dalam putusan manapun sehingga pernyataan tersebut sangat merugikan penggugat,” tuturnya, saat itu.
Adapun dalam jawaban terhadap gugatan, kuasa hukum Denny, Raziv Barokah, menyatakan permintaan ganti kerugian sebesar Rp 500 miliar sungguh di luar batas kewajaran lantaran tidak jelas dasar penghitungannya.
Selain itu, Raziv menguraikan gugatan terkesan sumir karena ukuran pencemaran nama baik hanya berdasarkan subjektivitas penggugat, tanpa tolak ukur yang objektif dan memadai. Menurut dia, hal demikian diafirmasi dalam pertimbangan putusan perkara dimaksud.
Raziv mengutip pertimbangan hakim yang berpendapat bahwa penghinaan tidak diukur dari apa yang si korban rasakan sebagai perbuatan menghina, tetapi diukur dari apakah tindakan atau ucapan itu merupakan penghinaan di dalam anggapan masyarakat di mana penghinaan itu dilakukan.
“Bila setiap pandangan kritis dianggap sebagai pencemaran nama baik, maka pemikiran tersebut mengarah pada upaya pembungkaman yang bertentangan dengan konstitusi UUD 45,” kata Raziv.
Ia menilai bahwa gugatan Almas diajukan dengan itikad buruk atau vexatious litigation melalui forum ajudikasi, dan bukan untuk mencari keadilan, melainkan sekadar menarik sensasi di ruang publik.
Raziv berujar segala jenis upaya pembungkaman terhadap kebebasan berpendapat melalui gugatan perdata tidak bisa dibiarkan, apalagi berisi permintaan ganti rugi sebesar Rp500 miliar yang sangat tidak masuk akal.
“Gugatan pencemaran nama baik bersifat vexatious semacam ini perlu dihentikan karena tidak sejalan dengan prinsip demokrasi yang memberikan kesempatan bagi publik untuk mengutarakan pandangannya,” ujar Raziv.
Respons Denny dan kuasa hukum Almas
Pada Selasa, 16 Juli 2024, Pengadilan Negeri Banjarbaru memutuskan tidak menerima gugatan Almas terhadap Denny. Majelis hakim menjatuhkan amar berupa mengabulkan eksepsi Denny dan menyatakan gugatan Almas tidak dapat diterima (niet ontvankelijke verklaard atau NO).
“Kami bersyukur atas putusan majelis hakim PN Banjarbaru yang telah sependapat dengan eksepsi kami dan mengesampingkan dalih-dalih penggugat,” tutur Denny lewat keterangan tertulis pada Rabu, 17 Juli 2024.
Denny mengapresiasi majelis hakim yang dinilai telah menunjukkan keberpihakan atas perlindungan kebebasan berpendapat, khususnya dalam konteks advokasi publik terhadap polemik Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai batas usia pencalonan presiden dan wakil presiden.
Sementara kuasa hukum Almas, Arif Sahudi, mengatakan, pihaknya menghargai dan menghormati putusan hakim.
“Kami menerima dan sangat menghargai dan menghormati putusan hakim dalam persidangan,” kata Arif melalui sambungan telepon, Rabu, 17 Juli 2024.
Arif juga mengakui bahwa Denny adalah seorang pakar hukum, akademisi, selaligus penulis buku.
“Dari keterangan ini, menurut kami sudah cukup, bahwa beliau bukan menuduh, melainkan menyampaikan analisis dan pendapat,” ucap Arif.
Ia juga menjelaskan bahwa kliennya sudah mengetahui putusan hakim yang menolak gugatan tersebut. Namun sampai saat ini, Arif mengaku belum tahu apa yang akan dilakukan Almas setalah putusan ini keluar.
“Saat ini Almas berada di Kalimantan, sementata saya di Jawa. Perihal apa yang akan dilakukan, saya belum tahu, harus komunikasi terlebih dahulu dengan klien,” ujar Arif.
AFRON MANDALA PUTRA | DIANANTA P SUMEDI | SAVERO ARISTIA WIENANTO
Pilihan Editor: Kata Kuasa Hukum soal Gugatan Almas Tsaqibbirru ke Denny Indrayana Ditolak Hakim