62% Pekerja Indonesia Takut Kehilangan Kerjaannya Karena AI
Worklife – Di tengah gencarnya perkembangan teknologi, salah satu yang paling mencuri perhatian adalah kecerdasan buatan atau AI (Artificial Intelligence). Jika dulu kita hanya mengenal teknologi ini lewat film fiksi ilmiah, kini AI sudah masuk ke kehidupan kita sehari-hari. Mulai dari asisten virtual seperti Siri dan Google Assistant, hingga sistem otomatisasi yang mulai menggantikan pekerjaan manusia di berbagai sektor. Namun, di balik kemajuan ini, ada rasa khawatir yang berkembang—khawatir tentang kehilangan pekerjaan karena AI.
Berdasarkan riset terbaru, sekitar 62% orang Indonesia mengungkapkan kekhawatiran mereka akan kehilangan pekerjaan akibat kemajuan AI. Rasa takut ini semakin besar seiring dengan pesatnya otomatisasi dan perubahan yang dibawa oleh teknologi canggih ini. Tapi, apa yang sebenarnya menyebabkan ketakutan ini? Apakah AI benar-benar akan mengancam eksistensi lapangan kerja kita?
“62% orang Indonesia khawatir kehilangan pekerjaan akibat AI, terutama di sektor yang rentan otomatisasi. Keterampilan dan adaptasi jadi kunci bertahan.” – Tiyarman Gulo
Mengapa Orang Takut Kehilangan Pekerjaan Karena AI?
Salah satu alasan utama yang sering disuarakan adalah ketidakmampuan untuk bersaing dengan teknologi AI. Bagi banyak orang, terutama mereka yang bekerja di sektor yang lebih rentan terhadap otomatisasi, ada perasaan bahwa teknologi ini lebih efisien dan lebih cepat dibandingkan tenaga manusia. Dalam dunia yang semakin bergantung pada teknologi, banyak orang merasa bahwa keterampilan mereka mungkin tidak lagi relevan atau cukup untuk bersaing di pasar kerja yang semakin didominasi oleh kecerdasan buatan.
Sektor-sektor seperti industri manufaktur, pekerjaan administratif, dan pekerjaan yang melibatkan tugas-tugas repetitif, misalnya, sangat rentan terhadap dampak otomatisasi. Di sektor ini, banyak tugas yang sebelumnya dikerjakan oleh manusia bisa digantikan oleh mesin atau software canggih yang didukung AI. Misalnya, pekerjaan yang melibatkan input data atau pengolahan informasi bisa dilakukan dengan sangat cepat dan akurat oleh sistem AI.
Kekhawatiran yang Dirasakan oleh Pekerja Indonesia
Riset yang dilakukan oleh beberapa lembaga, seperti Suara.com dan Kompas.com, menunjukkan bahwa kekhawatiran terhadap AI tidak hanya terbatas pada sektor tertentu, tetapi juga meluas ke berbagai kalangan pekerja. Dari pekerja kantoran hingga pekerja di industri manufaktur, mereka merasa terancam dengan adanya teknologi yang berkembang pesat ini.
Salah satu contoh yang sering muncul adalah pekerjaan-pekerjaan yang melibatkan pengolahan data atau pekerjaan administratif lainnya. Beberapa responden dari riset ini mengungkapkan bahwa mereka merasa terancam karena AI kini bisa menggantikan tugas-tugas tersebut. Dengan kemampuan untuk memproses data dalam jumlah besar dengan kecepatan tinggi, AI memang menawarkan keuntungan kompetitif bagi banyak perusahaan. Namun, bagi pekerja manusia, keuntungan ini terasa seperti ancaman besar.
Di sisi lain, sektor industri kreatif yang lebih mengutamakan keterampilan dan imajinasi manusia, seperti seni, desain, dan penulisan, cenderung tidak langsung terpengaruh oleh otomatisasi. Meskipun AI dapat membantu dalam beberapa aspek, seperti membuat desain atau menulis artikel, kreativitas manusia masih dianggap sebagai faktor yang tidak dapat digantikan begitu saja oleh mesin.
AI Tidak Sepenuhnya Menggantikan Pekerjaan Manusia
Meski banyak yang khawatir, ada juga pendapat yang lebih optimis tentang peran AI di dunia kerja. Beberapa pakar dan perusahaan seperti UGM dan Telkomsel berpendapat bahwa teknologi AI tidak akan sepenuhnya menggantikan pekerjaan manusia. Sebaliknya, AI dipandang lebih sebagai alat yang akan membantu meningkatkan produktivitas dan efisiensi pekerja, bukan menggantikan mereka.
AI dapat membantu pekerja manusia untuk melakukan pekerjaan yang lebih kompleks dan kreatif, dengan mengotomatiskan tugas-tugas yang membosankan atau repetitif. Sebagai contoh, di dunia medis, AI digunakan untuk menganalisis data pasien atau membantu diagnosa, yang pada akhirnya mempercepat proses perawatan tanpa mengurangi peran dokter dalam mengambil keputusan.
Dalam konteks pekerjaan lain, seperti pemasaran digital atau pengembangan perangkat lunak, AI dapat membantu pekerja untuk mengumpulkan data yang lebih akurat atau mempercepat proses analisis. Namun, meskipun AI dapat mengelola data dalam jumlah besar, keputusan strategis atau perancangan kreatif tetap membutuhkan keterampilan manusia.
Apa yang Bisa Dilakukan oleh Pekerja untuk Menghadapinya?
Dari semua kekhawatiran ini, satu hal yang pasti: keterampilan menjadi kunci utama untuk bertahan di era AI. Bagi pekerja yang khawatir akan kehilangan pekerjaan, ini saatnya untuk meningkatkan keterampilan agar bisa tetap relevan di dunia yang terus berubah. Mempelajari keterampilan digital seperti pemrograman, analisis data, atau desain grafis dapat memberi keuntungan kompetitif bagi pekerja. Selain itu, kemampuan untuk bekerja dengan AI atau menggunakan alat berbasis teknologi juga menjadi keterampilan yang semakin dicari di banyak industri.
Selain keterampilan teknis, kemampuan untuk beradaptasi dengan perubahan dan memiliki pola pikir yang lebih fleksibel juga sangat penting. Sebab, dunia kerja tidak hanya membutuhkan keterampilan hard skills, tetapi juga soft skills seperti komunikasi, kerja sama tim, dan pemecahan masalah yang tetap sangat dibutuhkan dalam hampir semua pekerjaan.
Kekhawatiran akan kehilangan pekerjaan akibat AI memang cukup besar, terutama bagi mereka yang bekerja di sektor yang lebih rentan terhadap otomatisasi. Namun, dengan meningkatkan keterampilan dan beradaptasi dengan teknologi, kita bisa menjadikan AI sebagai alat yang membantu meningkatkan kualitas pekerjaan, bukan sebagai ancaman. Pada akhirnya, teknologi seperti AI seharusnya bisa mendorong kita untuk lebih kreatif dan produktif, bukan menggantikan kita. Jadi, jangan takut, tetapi tetap waspada dan persiapkan diri dengan keterampilan yang relevan agar bisa berkembang bersama perkembangan teknologi yang pesat ini.***